Minggu, 14 Februari 2010

pengaruh konsentrasi papain dan suhu pemanasan terhadap kualitas dangke

PENDAHULUAN

Kebutuhan pokok yang paling mendasar bagi manusia adalah pangan di samping sandang. Konsumsi pangan yang cukup akan menjaminnya kebutuhan gizi sehingga pada akhirnya akan menentukan derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu upaya pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat terutama protein harus didukung oleh tersedianya bahan pangan yang berkualitas tinggi.
Dangke merupakan salah satu bentuk olahan susu yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi karena terbuat dari bahan susu sapi atau susu kerbau yang segar kemudian dipanaskan sampai mendidih selanjutnya ditambahkan enzim papain. Jenis makanan ini banyak dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Enrekang, yang dikenal sebagai daerah asal produk ini.
Enzim adalah katalisator organik yang dapat mempercepat reaksi biokimia dimana enzim ini tidak mengalami perubahan. Semua enzim mempunyai kekhususan sifat atau spesifikasi terhadap zat yang disebut substrat, contohnya proteolitik seperti bromelin dari sari nenas, papain dari pepaya dan renin dari lambung anak sapi yang dapat menguraikan protein. Dalam proses pembuatan dangke secara tradisional mengunakan Papain Kasar. Penggunaan papain banyak dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain sebagai bahan penggumpal susu serta untuk melunakkan daging. Secara umum yang dimaksud dengan papain adalah papain yang telah dimurnikan maupun yang masih kasar.

Purnomo (2004) menyatakan bahwa papain diperoleh melalui penyadapan getah buah pepaya minimal berumur 3 bulan. Kemudian getah dikeringkan pada suhu 60 - 70oC selama 12 jam. Jika suhu terlalu tinggi, enzim proteolitik di papain rusak. Muchadi dalam Kasmiati (2001) mengemukakan bahwa enzim papain stabil pada suhu tinggi mencapai 75oC, begitupula dengan kimopapain hingga mencapai 75oC.
Dalam proses pembuatan dangke, suhu pemanasan dan penggunaan konsentrasi papain kasar berperan dalam menentukan lamanya proses dan mempengaruhi jenis dangke yang terbentuk. Berdasarkan hal tersebut maka dianggap perlu mengkaji mengenai penggunaan papain kasar dan suhu pemanasan dalam pembuatan dangke, dengan tujuan untuk mengetahui kadar papain kasar dan suhu pemanasan yang tepat dalam pembuatan dangke. Sampai saat ini, masih belum ada standarisasi yang jelas mengenai pemberian konsentasi papain kasar dan suhu pemanasan yang tepat pada pembuatan dangke.
Dangke merupakan poduk olahan susu yang merupakan makanan tradisional yang berasal dari Kabupaten Enrekang. Pengolahan dangke yang masih bersifat tradisional dan kurangnya pengertian masyarakat akan suhu optimal untuk pemanasan dapat mempengaruhi kandungan gizi dangke. Pemberian papain kasar dengan suhu pemanasan yang berbeda akan mempengaruhi penggumpalan susu. Dimana dalam pembuatan dangke dengan penambahan papain pada saat susu dipanaskan akan menghasilkan rendemen yang lebih besar. Sehingga aktivitas papain dan suhu pemanasan akan mempengaruhi kualitas dangke. Untuk melihat kualitas dangke dapat dilihat dengan pemeriksaan fisiko-kimia dan mikrostruktur untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada molekul-molekul komponen suhu pada saat prosessing menjadi dangke.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suhu pemanasan dan konsentrasi papain kasar yang terbaik pada pembuatan dangke sehingga didapatkan kualitas dangke yang terbaik. Kegunaan dari penelitian ini diharapkan sebagai informasi pada masyarakat mengenai penambahan konsentrasi papain kasar pada suhu yang terbaik untuk mendapatkan kualitas dangke yang terbaik.














TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Susu
Susu adalah hasil pemerahan dari sapi atau hewan menyusui lainnya dan dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponen penyusunnya atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1984).
Syarief (1985) mendefinisikan susu sebagai sekresi normal dari kelenjar susu mamalia. Susu merupakan cairan yang berbentuk koloid agak kental dan berwarna putih sampai kuning, tergantung jenis hewannya dan makanan saat masa laktasi. Apabila volume susu agak banyak, susu nampak berupa cairan yang berwarna putih sampai kuning, tergantung jenis hewannya dan makanan saat masa laktasi. Apabila volume susu agak banyak, susu nampak berupa cairan yang berwarna putih atau kuning padat, namun bila susu dalam lapisan tipis akan nampak transparan, pemisahan lemak susu menyebabkan warnanya menjadi agak kebiru-biruan.
Adnan (1984), menyatakan bahwa susu merupakan medium yang sangat sesuai dengan kehidupan mikroba karena mempunyai komposisi kimia yang kaya berbagai zat makanan dan tinggi kandungan airnya sehingga sangat mudah terkontaminasi oleh bakteri-bakteri pembusuk pada saat produksi, pengolahan dan pemasaran. Komposisi rata-rata susu segar adalah air (87 %), protein (3,7 %), laktosa (4,9 %) dan abu (0,7 %).

Susu segar yang baru diperoleh mempunyai rasa sedikit manis dan bau dengan karateristik tidak menonjol. Bau akan hilang setelah beberapa jam atau pendinginan dan udara. Flavour susu yang menyenangkan dapat berhubungan dengan kandungan laktosa susu yang tinggi dan kandungan klorida yang relatif lebih rendah. Kandungan laktosa yang rendah dan klorida yang relatif tinggi dapat menyebabkan susu mempunyai rasa asin. Menjelang akhir periode laktasi, susu yang dihasilkan sering mempunyai rasa asin (Surono, 1983).
Pasteurisasi panas pada susu perlu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit dan mencegah kerusakan karena mikroorganisme dan enzim. Kondisi pasteurisasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap penyakit yang dibawa oleh susu, dengan mengurangi seminimum mungkin kehilangan zat gizinya, sementara itu mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu mentah segar. Bila dimaksudkan dengan tepat, pasteurisasi dapat menghancurkan semua organisme patogen. Ditambahkan bahwa asam laktat yang terbentuk berasal dari aktifitas bakteri yang merombak laktosa menjadi asam laktat dan penambahan asam dari luar. Pada suhu diatas 66oC juga menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan kemungkinan rusaknya lapisan tipis disekitar butiran lemak (Buckle, 1987).



Hadiwiyoto (1984) menyatakan bahwa berat jenis susu berubah-ubah menurut lamanya susu dibiarkan sesudah pemerahan. Berat jenis susu sesaat setelah pemerahan lebih kecil daripada berat jenis susu yang telah lama sesudah pemerahan. Hal ini antara lain disebabkan oleh memadatnya lemak. Seperti diketahui lemak yang padat mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis susu.
Tinjuan Umum Keju
Keju adalah produk yang dibuat dari curd yang diperoleh dari susu penuh atau susu skim atau hewan lain dengan atau tambahan krim tambahan dengan mengkoagulasikan kasein oleh renet, asam laktat atau enzim atau asam lain yang sesuai dan dengan atau tanpa perlakuan lebih lanjut terhadap curd yang terpisah oleh panas atau dengan perantaraan fermen-fermen pematangan (Soeparno, 1998).
Keju dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan konsistensinya (Malaka, 2007) :
1. Keju Segar
Keju segar adalah keju yang tidak mengalami proses pematangan. Rasanya biasanya netral dan tidak begitu asin, berbentuk seperti krim karena mengandung lebih dari 70% air (antara 45-52%), serta tidak begitu lama disimpan.
2. Keju Lunak
Ciri utamanya adalah memiliki konsistensi yang empuk dan lembut walaupun agak sulit dioleskan. Dalam proses pembuatannya, curd dipotong-potong dan dimatangkan sekitar 2 – 4 minggu. Keju lunak jenis peram mempunyai kadar air 45-52%.
3. Keju Iris Semi Keras
Keju ini agak lembut dan memiliki bentuk yang tetap. Keju ini mempunyai kadar air 40-45%.
4. Keju Iris
Pembuatan keju ini yaitu gumpalan curd dipotong-potong dan dimatangkan antara 4-12 minggu.
5. Keju Keras
Proses pembuatan keju adalah gumpalan dipotong menjadi bagian yang sangat halus. Masa pematangannya minimal 3 bulan. Keju jenis ini mempunyai kadar air 35-40% dan umumnya diperam oleh bakteri.
6. Keju Sangat Keras
Keju yang sangat keras biasanya dimatangkan sampai 3 tahun. Keju ini mempunyai kadar air 30-35% dan diperam dengan bakteri.







Komposisi Beberapa Tipe Keju Dengan Klasifikasi Berbeda
Tabel 1. Komposisi beberapa tipe keju dengan klasifikasi yang berbeda.

Jenis Keju
Air (%) Lemak (%) Protein (%) Cal (%) Vit. A (µg) Thiam (mg)
Cheddar
Emmentealer
Edam
Camembert
Cottage
Roquefort 35,1
34,9
43,4
51,3
78,3
40,0 33,1
30,5
23,6
22,8
4,2
30,5 25,8
27,4
26,1
18,7
13,6
21,5 826
1180
765
382
94
315 410
370
180
420
51
372 0,03
0,05
0,06
0,05
0,03
0,03

Keju terbuat dari bahan baku susu baik itu susu sapi, kambing, dan kerbau. Proses pembuatannya dilakukan dengan pembentukan dadih setelah terlebih dahulu melakukan pasteurisasi terhadap susu. Pasteurisasi ditujukan untuk menghilangkan bakteri patogen sekaligus menghilangkan bakteri pengganggu dalam proses pembuatan dadih. Enzim atau pun asam ditambahkan saat telah dicapai kondisi yang sesuai untuk enzim atau asam sehingga proses koagulasi tercapai. Penambahan enzim atau pun asam bertujuan untuk menurunkan pH hingga 4.5 dimana pH tersebut merupakan titik isoelektrik kasein (Purin, 2007).
Dangke
Menurut Djide (1991) bahwa, dangke merupakan jenis makanan yang bergizi dan khas, yang terdapat dan dikenal di Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan, yang dibuat dari susu kerbau atau susu sapi. Dangke berasal dari bahasa belanda yang didengar oleh rakyat setempat waktu orang belanda melihat dan menerima jenis makanan yang dibuat dari susu kerbau atau susu sapi. Selanjutnya mengatakan ”Dangk Well” yang artinya terima kasih. Kata ”Dangk” inilah yang akhirnya dipakai untuk nama dangke.
Menurut Surono (1983) dalam Hadikesumandjaya (2003) menyatakan bahwa Di Indonesia terdapat produk susu semacam keju keras tanpa pemeraman yang disebut dangke. Susu tersebut tidak dikoagulasikan oleh renin tetapi oleh papain. Dangke banyak terdapat di Sulawesi Selatan dan digunakan sebagai lauk pauk. Dangke mempunyai nilai gizi tinggi dan mempunyai cita rasa yang khas.
Dangke adalah sejenis keju yang terbuat dari susu kerbau atau susu sapi. Tujuan pengolahan susu menjadi dangke agar dapat disimpan lebih lama dan mencegah terjadinya kerusakan pada air susu. Selain itu untuk mempertahankan kualitas dangke biasanya dangke direndam di dalam larutan garam jenuh selama satu jam dan dikeringkan pada suhu kamar selama 160 menit serta dibungkus dengan plastik. Dengan cara ini dangke dapat bertahan untuk jangka waktu dua bulan. Dangke merupakan bahan pangan dengan nilai gizi yang tinggi. Dangke kerbau terdiri dari air 47, 75%; abu 2,32%; lemak 33,89%; protein 17,01%; serta komponen-komponen lainnya dalam jumlah kecil yakni vitamin dan mineral (Marzoeki, dkk., 1978).
Dangke dibuat melalui susu sapi atau susu kerbau yang diperah dan belum pecah, lalu dipanaskan dengan api kecil sampai mendidih, kemudian di dalam susu ditambahkan dengan 1 sendok teh enzim papain (Papain Kasar). Penambahan yang berlebihan dapat menyebabkan dangke terasa pahit (Djide, 1991).
Menurut Marzoeki, dkk (1978), bahwa dangke yang asli dapat dibedakan dengan dangke yang telah dicampur dengan tepung (dipalsukan) antara lain : a) Dangke asli berwarnah putih, Sedangkan dangke campuran agak kuning kusam ; b) Dangke asli elastis, sedangkan dangke campuran tidak elastis.
Berdasarkan penelitian Wahyuni (1998) bahwa pada pengujian kadar protein dangke diperoleh rata-rata 12,09%. Pada pengolahan susu menjadi dangke berpengaruh nyata terhadap kadar protein. Dengan adanya pemanasan dan penambahan enzim papain pada susu akan merubah komposisi kadar protein. Pada hasil organoleptik, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau, hanya konsistensinya sedikit berubah yaitu menjadi kenyal.
Mekanisme Penggumpalan Susu
Koagulasi atau gelatinasi merupakan suatu proses pembentukan gel yang sangat dikendalikan oleh pH, semakin tinggi konsentrasi penambahan asam, nilai pH akan menurun diikuti dengan peningkatan nilai viskositas. Gelatinasi terbentuk akibat penambahan asam dan dikendalikan oleh pH, titik isoelektrik partikel kasein pada pH 4,6 mengakibatkan afinitas partikel terhadap air menurun dan oleh sebab itu terjadi gelatinasi (Buckle et all., 1987).
Pembentukan gelatinasi oleh penambahan asam dikendalikan oleh pH, semakin tinggi konsentrasi penambahan asam, nilai pH akan menurun diikuti dengan peningkatan nilai viskositas. Gelatinasi terbentuk akibat penambahan asam dan dikendalikan oleh pH, titik isoelektrik partikel kasein pada pH 4,6 mengakibatkan afinitas partikel terhadap air menurun dan oleh sebab itu terjadi gelatinasi (Buckle, et all., 1987).
Mekanisme pembentukan gel susu adalah adanya penurunan pH akibat pengasaman atau fermentasi yang menyebabkan perubahan kimia secara drastis. Perubahan utamanya yaitu kalsium dan fosfat bergabung dengan kasein. Ikatan fosfat tetap utuh dimana pH isoelektrik dari ikatan-ikatan ini menjadi lebih kuat. Selanjutnya partikel-partikel kasein pada pH ini sangat berbeda pada kondisi fisiologis, meskipun distribusi ukurannya tidak berubah secara luas. pH yang rendah pada susu menghasilkan ion kalsium meningkat yang sekaligus mengurangi ikatan isoelektrik bermuatan negatif pada larutan kasein. Partikel kasein teragregasi pada pH 4,6 yang mengakibatkan dorongan elektrostatik dan dorongan sterik menjadi hilang pada larutan kasein sehingga terbentuklah gel di dalam susu (Malaka, 1997).
Enzim Papain dan Manfaatnya
Kalie (1990) Mengemukakan bahwa papain adalah salah satu enzim proteolitik yang terdapat dalam Papain Kasar. Kandungannya dapat mencapai 50% dari berat kering getah. Seluruh bagian tanaman kecuali biji dan akar mengandung enzim, buah merupakan penghasil getah yang paling banyak.
Menurut Arief (1975) bahwa papain mempunyai sifat kemantapan yang relatif tinggi terhadap faktor temperatur dan pH. Aktivitas tersebut berkurang pada pH netral dengan suhu 50ºC selama 30 menit, bila suhu 75ºC aktivitas berkurang 5% dalam 3 menit. Papain relatif stabil pada pH 3-11 dengan suhu mencapai 75ºC. Papain mempunyai aktivitas optimum pada suhu 50-60ºC pada pH 5-7.
Ada beberapa keuntungan dalam penggunaan enzim papain ini, yakni tidak bersifat toksik, tak ada reaksi samping, tak ada mengubah tekanan, suhu dan pH yang drastis, dan pada konsentrasi rendah sudah bisa berfungsi baik (Anonim, 2008a).
Papain kasar adalah getah pepaya yang telah dikeringkan, dihaluskan berbentuk tepung. Bahan dari tepung getah pepaya kering ini sesungguhnya mengandung empat macam enzim proteolitik yakni papain, chimopapain A, chimopapain B, dan papain peptidase A. Keempat jenis enzim proteolitik tersebut biasanya disebut sebagai papain atau papain kasar. Papain murni adalah hasil pemisahan dan pemurnian papain menjadi keempat enzim proteolitik tersebut (Kalie, 1990).
Penggunaan papain banyak dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain sebagai penggumpal susu. Secara umum yang dimaksud dengan papain adalah papain yang telah dimurnikan maupun yang masih kasar (Winarno, 1993). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa penggumpulan susu merupakan perubahan struktur protein dalam susu yang dipengaruhi oleh panas, penyinaran, pH, mikroorganisme dan lain-lain.



Penggunaan Papain (Papain Kasar) pada Pembuatan Dangke
Dalam getah pepaya terkandung enzim-enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Kadar papain dan kimopapain dalam buah pepaya muda berturut-turut 10 % dan 45% . Lebih dari 50 asam amino terkandung dalam getah papaya kering itu antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, phenilalanin, histidin, lysin, arginin, tritophan, dan sistein (Anonim, 2008b).
Dangke diolah dari susu sapi atau susu kerbau yang dipanaskan dengan api kecil sampai mendidih, kemudian ditambahkan koagulan berupa getah pepaya (papain) sehingga terjadi penggumpalan. Gumpalan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan sehingga cairannya terpisah (Marzoeki dkk, 1978). Konsentrasi (papain + air) yang digunakan lebih kurang ½ sendok makan untuk 5 liter susu, dan dari jumlah tersebut dapat dihasilkan 4 buah dangke.
Dalam getah pepaya terkandung enzim-enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Kadar papain dan kimopapain dalam buah pepaya muda berturut-turut 10 % dan 45 %. Kedua enzim ini mempunyai kemampuan menguraikan ikatan-ikatan dalam melekul protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Jika bekerja pada daging, protein daging dapat diuraikan sehingga daging menjadi empuk. Kedua enzim ini juga mempunyai daya tahan panas yang baik. Disamping menguraikan protein, papain mempunyai kemampuan untuk membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein (Sutrisno, 2007).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kualitas Dangke
Susu merupakan minuman yang mengandung semua zat makanan, terutama zat protein bergizi tinggi dan mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang seimbang (Winarno, 1993).
Desroiser (1998) mengemukakan bahwa bahan pangan yang akan kehilangan kadar airnya menyebabkan kadar zat gizi didalam massa yang tertinggal akan meningkat. Jumlah kadar gizi persatuan berat yang ada dalam bahan pangan kering lebih besar daripada dalam bahan segar.
Dangke pada protein susu terbagi menjadi dua kelompok yaitu casein yang merupakan protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total protein dan diendapkan oleh asam dan enzim rennin serta protein whey dapat mengalami denaturasi oleh panas kira-kira pada suhu 65 ºC (Buckle, 1987).
Denaturasi protein merupakan perubahan struktur asli. Hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia. Faktor fisik misalnya panas sedangkan faktor kimia misalnya pH (rendah atau tinggi), alkohol atau zat pelarut lain (Sakidja dkk, 1985). Selanjutnya dikatakan pula bahwa pemanasan yang berlebihan dapat mengakibatkan pengrusakan struktur protein, pemecahan emulsi, penghancuran vitamin, pemecahan lemak dan minyak.
Stabilitas protein susu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu pembentukan asam oleh bakteri, aktifitas enzim proteolitik dan keseimbangan elektrolit. Pembentukan asam terutama disebabkan oleh aktifitas bakteri pembentuk asam yang bersifat mesofilik. Bakteri ini akan memecah laktosa susu menjadi asam laktat dan akan mengakibatkan menurunnya stabilitas protein susu dan merusak stabilitas casein dan whey (Fardiaz, 1987).
Winarno (1993) mengemukakan bahwa dengan pemanasan, protein dapat mengalami denaturasi, artinya strukturnya berubah dari bentuk ganda yang kuat menjadi kendur dan terbuka sehingga memudahkan bagi enzim pencernaan untuk menghidrolisis dan memecahkannya menjadi asam-asam amino. Denaturasi dapat merubah sifat protein menjadi lebih sukar larut dan makin kental. Keadaan ini disebut koagulasi. Koagulasi dapat ditimbulkan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan enzim. Papain merupakan enzim yang mengkoagulasikan protein. Pemanasan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan struktur protein, pemecahan emulsi, penghancuran vitamin serta pemecahan lemak dan minyak (Sakidja, 1985).
Mudjiarti (1983) mengemukakan bahwa perubahan kadar protein susu disebabkan karena perubahan temperatur/pemanasan yang didahului oleh denaturasi, dimana pada suhu 65ºC sebagian besar protein dalam globuler dan miofibril terkoagulasi sedangkan diatas suhu tersebut maka akan terbentuk ikatan disulfida pada ikatan sulfat dan bila suhu dinaikkan lagi maka gugus disulfida akan terlepas.
Mikrostruktur
Madadlou (2006) menyatakan bahwa temperatur sangat mempengaruhi penggumpalan keju dan komposisi dari keju. Dari temperatur 34oC, 37oC dan 41oC, temperatur tertinggi yaitu 41,5oC memiliki efek yang signifikan terhadap kadar protein. Dari gambar mikrostruktur pada suhu 34oC menunjukkan jaringan kasein yang tersebar merata ke seluruh lubang pada globula-globula lemak.
Gambar 1. Mikrostruktur keju putih pada temperatur 34oC, 37oC, dan 40oC
Keterangan :
A. Mikrostrukur keju putih pada suhu pemanasan 34oC
B. Mikrostrukur keju putih pada suhu pemanasan 37oC
C. Mikrostrukur keju putih pada suhu pemanasan 40oC







Buckle (1987) mengemukakan bahwa Mikrostruktur merupakan susunan atau komponen terkecil yang terdapat dalam suatu bahan. Lemak atau lipid terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah antara 1-2µ dengn garis tengah rata-rata 3µ. Biasanya terdapat kira-kira 1000 x 106 butiran lemak dalam setiap ml susu. Anderson and Mastry (1993) mengemukakan bahwa gambaran mikrostruktur khas dari keju lemak sedikit, strukturnya terisi sebagian besar dari matriks protein dengan jumlah globula lemak yang sedikit yang tersebar didalam matriks.












METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2009, bertempat di Koperasi Sintari, Sinjai, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Nutrisi Ternak Dasar, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, dan Balai Besar Veteriner (BB-VET) Kab. Maros.
Materi Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan yaitu susu segar, papain kasar, kertas label serta larutan pengencer yaitu aquades, asam klorida, potasium sulfat, asam sulfat, asam borat, alkohol, biru metilen, (NaOH-Na2 S2)3, ZnSO4, NaOH dan Chloramine-T.
Alat yang digunakan adalah kompor, panci, refrigerator, thermometer, cetakan dangke, cawan petri, timbangan analitik, , pH meter, mikroskop fase kontras, spectrophotometer, tabung reaksi, erlenmeyer dan oven.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 6x3 dengan 3 kali ulangan.
Faktor A adalah suhu pemanasan sebagai berikut :
A1 = 75oC
A2 = 80oC
A3 = 85oC
A4 = 90oC
A5 = 95oC
A6 = 100oC (selama 3 menit)
Sedangkan faktor B adalah konsentrasi Papain Kasar
B1 = 0,3%,
B2 = 0,4%, dan
B3 = 0,5%
Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel
Getah pepaya yang akan ditambahkan pada proses pembuatan Dangke akan diambil dari buah pepaya mentah segar. Getah pepaya kemudian dikeringkan sehingga menjadi papain kasar. Susu yang digunakan adalah susu segar dari Koperasi Sintari Sinjai.
2. Dangke diperoleh dengan cara menggumpalkan susu yang dipanaskan dengan menggunakan papain yang diperoleh dari buah mentah kemudian dikeringkan. Susu segar diambil dari Koperasi Susu Sintari Gunung Perak Sinjai. Masing-masing perlakuan pemanasan ditambahkan Papain Kasar dengan konsentrasi 0,3%, 0,4%, dan 0,5%. Setelah terjadi penggumpalan, curd yang terbentuk dicetak dalam cetakan dangke dan ditekan-tekan sampai kompak. Dangke kemudian diukur kualitas fisiko-kimia dan mikrostruktur.

Parameter yang diukur
Pada penelitian ini, parameter yang diukur adalah :
a) Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter didiamkan selama 10-15 menit kemudian dilakukan pengukuran.
b) Pengukuran Kadar Protein, Lemak, Laktosa dan % Asam Laktat
Penentuan Kadar Protein
Untuk analisa Kadar Protein digunakan metode Kjehdal dengan cara sebagai berikut :
1. Ditimbang sejumlah kecil dangke (kira-kira akan membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N), lalu dipindahkan ke dalam labu Kjehdal 30 ml.
2. Ditambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Jika dangke lebih dari 15 mg, tambahkan 0,1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg.
3. Ditambahkan beberapa butir batu didih. Dangke dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih .
4. Labu didinginkan dengan menambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian dibiarkan dingin.
5. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Lalu dicuci dan dibilas sebanyak 5-6 kali dengan 1-2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi .
6. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metal merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2% dalam alcohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3.
7. Ditambahkan 8-10 ml larutan (NaOH-Na2 S2 )3, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam Erlenmeyer.
8. Tabung kondensor dibilas dengan air, dan ditampung bilasannya dalam Erlenmeyer yang sama.
9. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan juga penetapan blanko.
Perhitungan :







(Sudamadji et al., 1984)



Penentuan Kadar Lemak
Penentuan Kadar Lemak menggunakan Metode Soxhlet (Woodman, 1941) dalam Hadikesumanjaya (2003) dengan cara sebagai berikut :
• Ditimbang 2 gr bahan yang telah dihaluskan (sebaiknya yang kering dan lewat 40 mesh). Masukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet dalam Thimble.
• Kemudian Air pendingin dialirkan melalui pendingin.
• Lalu dipasang tabung ekstraksi pada alat destilasi Soxhlet dengan pelarut petrolium ether secukupnya selama empat jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan lagi selama dua jam dengan pelarut yang sama.
• Petroleum ether yang telah mengandung ekstrak lemak dipindahkan ke dalam botol timbang yang bersih dan diketahui beratnya kemudian diuapkan dengan penangas air sampai agak pekat. Pengeringan diteruskan dalam oven 100oC sampai berat konstan.
• Berat residu dalam botol ditimbang dinyatakan sebagai kadar lemak.
Penentuan Kadar Laktosa
1. Pindahkan 25 gram dangke ke dalam labu ukur 50 ml dan tambahkan 5 ml reagensia ZnSO4. Ditambahkan 5 ml larutan NaOH (93 gr NaOH diencerkan menjadi 3 liter = 0,75 N) dan dikocok. Kemudian diencerkan sampai tanda dengan aquades.
2. Suspensi didiamkan selama kurang lebih 10 menit untuk mengendapkan semua protein. Kemudian disaring dengan kertas saring dan filtrat dikumpulkan. Dihitung volume titrat ini secara teoritis, dengan mengurangkan volume protein yang mengendap (dari kadar protein dangke dan berat jenis protein 1,25) dan volume lemak (dari kadar lemak dan berat jenis lemak 0,9) dari volume mula-mula 50 ml.
3. Diambil 5 ml filtrat yang jernih, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang tertutup. Ditambahkan 20 ml aquades dan 20 ml larutan KI (10 g KI + 90 ml aquades = larutan KI 10%). Ditambahkan 50 ml larutan Chloramine-T
4. Erlenmyer ditutup dan dikocok, kemudian didiamkan selama 90 menit. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan 2 N HCl.
5. Larutan dititrasi dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai berwarna kuning pucat. Kemudian ditambahkan indikator larutan pati, dan titrasi dilanjutkan sampai warna abu-abu
6. Larutan blanko dibuat dengan mengganti 25 gr dangke dengan 25 ml aquades.
7. Dihitung laktosa dalam filtrat (g/100 ml filtrate) dari rumus :
A = (Tb – Ts) x N x 0,171 x 100
5
A = g glukosa/100 ml filtrat Tb = Titrasi blanko
Ts = Titrasi contoh N = Normalitas Na2S2O3




8. Dihitung kadar laktosa dalam 100 gr dangke dengan memasukkan faktor volume filtrat dan faktor pengenceran
Kadar laktosa : A x v x 100 gram
100 25

V = Volume

(Sudamadji et al., 1984)
Persentase (%) Asam Laktat
Dangke yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan dua tetes larutan satu persen fenolptalen sebagai indikator. Selanjutnya dangke dititrasi dengan menggunakan 0,1 N NaOH sampai warna berubah menjadi pink. Kadar total asam dihitung dengan menggunakan rumus Manns Acid test
Kadar asam laktat ditetapkan dengan cara Mann’s acid test. Kadar total asam laktat dihitung dengan rumus :
TA =Vol. NaOH yg dipakai x N NaOH x 0,09 x 100%
Berat sampel

(Sudamadji et al., 1984)
TA : total asam
0,09 : berat miliekivalen asam laktat
c) Mikrostruktur
Kualitas mikrostruktur dengan menggunakan mikroskop fasekontras dan cahaya untuk memonitor perubahan dan interaksi yang terjadi selama terjadinya penggumpalan susu.
Analisa Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan Analisis Ragam berdasarkan Rancangan acak Lengkap (RAL) pola faktorial 6x3 dengan 3 kali ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk i = 1, 2, 3...6
j = 1, 2, 3
k = 1, 2, 3

Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada dangke ke-k yang diberi suhu pemanasan ke-i dan konsentrasi papain kasar ke-j
μ = Nilai tengah kualitas dangke
αi = Pengaruh perlakuan suhu pemanasan ke-i terhadap kualitas dangke ke-k
Βj = Pengaruh konsentrasi papain kasar ke-j terhadap kualitas dangke ke-k
(αβ)ij = Pengaruh interaksi suhu pemanasan ke-i dan konsentrasi papain kasar dangke ke-j
εijk = Pengaruh galat yang menerima perlakuan konsentrasi papain kasar ke-i dan suhu pemanasan dangke ke-j
Selanjutnya Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil / BNT (Gaspersz, 1991).





Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Dangke


HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Papain Kasar terhadap Persentase Kadar Protein Dangke

Kadar protein merupakan salah satu penentu untuk mengetahui kualitas dari produk susu seperti dangke. Hasil pengujian kadar protein dangke pada suhu pemanasan dan konsentrasi papain kasar yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rata-rata Persentase Kadar Protein Dangke dengan Konsentrasi Papain Kasar dan Suhu Pemanasan yang Berbeda

Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa pelakuan suhu pemanasan dan konsentrasi papain kasar yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap protein dangke. Rata-rata kadar protein dangke pada suhu 75oC yaitu 17,16, suhu 80oC yaitu 16,62, pada suhu 85oC yaitu 16,28, pada suhu 90oC yaitu 15,16, pada suhu 95oC yaitu 14,33 dan pada suhu 100oC yaitu 12,99. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka kadar protein semakin rendah. Hal ini disebabkan karena dengan pemanasan, maka protein mengalami denaturasi yang dapat mengubah struktur asli dari protein dimana sebagian besar protein dalam globular dan myofibril terkoagulasi. Mudjiarti (1983) mengemukakan bahwa perubahan kadar protein susu disebabkan karena perubahan temperatur/pemanasan yang didahului oleh denaturasi, dimana pada suhu 65oC sebagian besar protein dalam globuler dan myofibril terkoagulasi.
Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) diketahui bahwa suhu pemanasan 75oC berbeda nyata (P<0,05) dengan suhu 80oC, pada suhu 75oC, 90oC, 95oC dan 100oC berbeda sangat nyata (P<0,01), sedangkan pada suhu 80oC tidak berbeda nyata (P>0,0) dengan suhu 85oC. Hasil tersebut memperihatkan bahwa suhu pemanasan mempengaruhi kadar protein dangke dimana dengan pemanasan akan memecah protein menjadi lebih sederhana dimana dimulai dari denaturasi. Winarno (1993) mengemukakan bahwa dengan pemanasan, protein dapat mengalami denaturasi yang menyebabkan struktur berubah dari bentuk ganda yang kuat menjadi kendur dan terbuka. Denaturasi dapat merubah sifat protein menjadi lebih sukar larut dan makin kental. Keadaan ini disebut koagulasi.
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa rata-rata protein dangke pada pemberian konsentrasi papain kasar 0,3% adalah 14,56, 0,4% yaitu 15,51 dan 0,5% adalah 16,2%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi papain kasar yang diberikan, maka semakin tinggi kadar protein yang terbentuk. Penambahan papain kasar dimaksudkan untuk menggumpalkan susu sehingga terbentuk dangke. Penggumpalan susu merupakan perubahan struktur protein dalam susu yang dipengaruhi oleh pemanasan. Peningkatan kadar protein disebabkan karena papain kasar mengandung lebih dari 50 asam amino. Sutrisno (2007) mengemukakan bahwa lebih dari 50 asam amino terkandung dalam getah pepaya kering itu antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, phenilalanin, histidin, lysin, arginin, tritophan, dan sistein.
Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) diketahui bahwa konsentrasi papain kasar 0,3%, 0,4% dan 0,5% berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar protein dangke. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi papain kasar memberikan perbedaan terhadap kadar protein dangke yang dihasilkan. Dengan penambahan konsentrasi papain kasar akan meningkatkan kadar protein dangke. Enzim papain pada getah papaya bertujuan untuk membentuk gumpalan yang menyebabkan kadar air berkurang sehingga kadar protein pada dangke meningkat.
Berdasarkan rata-rata kadar protein dangke diketahui bahwa dangke ini mirip dengan keju Camembert yang berasal dari Prancis yang termasuk keju lunak. Dimana kadar protein keju Camembert adalah 18,7%. Berdasarkan analisis ragam terlihat bahwa interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi papain kasar tidak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap kadar protein dangke. Ini menunjukkan bahwa tidak saling mempengaruhi antara suhu pemanasan dengan konsentrasi papain kasar.

Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Papain Kasar terhadap Persentase Kadar Lemak Dangke

Hasil perhitungan kadar lemak dangke dengan suhu pemanasan dan konsentrasi Papain Kasar yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.




Gambar 4. Rata-rata Persentase Kadar Lemak Dangke dengan Konsentrasi Papain Kasar dan Suhu Pemanasan yang Berbeda

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa suhu pemanasan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak dangke. Rata-rata kadar lemak dangke pada suhu pemanasan 75oC yaitu 24,51, suhu 80oC 23,25, pada suhu 85oC 22,73, pada suhu 90oC 20,94, pada suhu 95oC 17,28 dan pada suhu 100oC 15,71. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, maka kadar lemak dangke semakin menurun. Ini disebabkan rusaknya globula lemak akibat pemanasan. Menurunnya kadar lemak dangke juga disebabkan karena adanya pemecahan lemak menjadi berbagai asam lemak yang mudah menguap. Pecahnya komponen-komponen lemak menjadi produksi volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor. Buckle, et, all (1987) mengemukakan bahwa pada suhu diatas 66oC menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan kemungkinan rusaknya lapisan tipis disekitar butiran lemak.
Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,05) terhadap suhu pemanasan. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu pemanasan memberikan perbedaan terhadap kadar lemak dangke yang dihasilkan. Hal ini disebabkan pemanasan akan menyebabkan rusaknya kemampuan globula-globula lemak untuk melakukan flokulasi. Globula-globula lemak yang bebas dengan mudah diperkecil ukurannya.
Pada pemberian konsentrasi papain kasar menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak dangke. Pada Gambar 4 dilihat bahwa rata-rata kadar lemak dangke pada konsentrasi 0,3% yaitu 20,14, pada konsentrasi 0,4% yaitu 20,41 dan pada konsentrasi 0,5% yaitu 21,65. Pada pemberian konsentrasi papain kasar pada susu akan membentuk gumpalan, dimana dengan adanya penggumpalan akan menurunkan kadar air sehingga kadar lemak meningkat. Desroiser (1988) menyatakan bahwa bahan pangan yang kehilangan kadar air akan menyebabkan kadar zat gizi di dalam massa yang tertinggal meningkat.
Pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada konsentrasi Papain Kasar 0,3%, 0,4% dan 0,5% berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak dangke. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi papain kasar memberikan perbedaan terhadap kadar lemak dangke yang dihasilkan. Dengan pemberian papain kasar akan mempengaruhi kadar lemak dangke dimana dengan penambahan konsentrasi papain kasar akan menggumpalkan susu yang akan menyebabkan kadar air berkurang sehingga kadar lemak meningkat. Berdasarkan rata-rata kadar lemak dangke menunjukkan kemiripan dengan keju Camembert yang berasal dari perancis yang merupakan keju lunak. Kadar lemak keju Camembert yaitu 22,8%.
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7) terlihat bahwa antara suhu pemanasan dengan pemberian konsentrasi papain kasar memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak dangke. Ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan atau saling mempengaruhi antara suhu pemanasan dengan konsentrasi getah papaya terhadap kadar lemak dangke. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi getah papaya maka semakin besar terbentuk gumpalan, dan semakin tinggi suhu pemanasan globula lemak semakin terpisah sehingga globula lemak lebih kompak dan merata.

















Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Papain Kasar terhadap pH Dangke

pH (Potensial Hidrogen) digunakan untuk mengukur keasaman atau kebasahan suatu larutan.

Gambar 5. Rata-rata pH dangke dengan Konsentrasi Papain Kasar dan Suhu Pemanasan yang Berbeda

Analisis ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa pelakuan suhu pemanasan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pH dangke. Rata-rata pH dangke pada suhu pemanasan 75oC yaitu 6, pada suhu 80oC yaitu 6,19, pada suhu 85oC yaitu 6,36, pada suhu 90oC yaitu 6,34, pada suhu 95oC 6,55 dan pada suhu 100oC 6,71. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu pemanasan yang rendah akan menghasilkan pH yang rendah. Dengan adanya proses pemanasan pada pengolahan dangke tidak berarti membunuh semua bakteri yang ada pada susu. Pada suhu rendah masih terdapat bakteri yang dapat mengurai laktosa menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan nilai pH. Buckle (1987) mengemukakan bahwa penurunan pH pada pemanasan terjadi karena adanya pengasaman oleh aktifitas bakteri. Bakteri yang ada akan menghasilkan enzim yang akan memecah laktosa menjadi asam laktat.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa pengaruh pemanasan pada suhu Pada suhu 75oC berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap suhu 85oC, 95oC dan 100oC. Pada suhu 75oC dan 90oC serta suhu 85oC dan 100oC memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05). Pada suhu 75oC dan 80oC, pada suhu 80oC, 85oC dan 90oC, pada suhu 90oC dan 95oC, dan pada suhu 95oC dan 100oC tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pH dangke.
Analisis ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi papain kasar memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pH dangke. Rata-rata pH dangke pada konsentrasi papain kasar 0,3% yaitu 6,49, pada konsentrasi 0,4% yaitu 6,37 dan pada konsentrasi 0,5% yaitu 6,21. Ini menunjukkan bahwa pada pemberian enzim akan mempengaruhi pH dangke dimana dengan penambahan papain kasar akan menurunkan pH dangke. Dengan pemberian getah papaya dimana terdapat enzim papain akan membentuk gumpalan. Semakin tinggi konsentrasi papain kasar yang diberikan akan meningkatkan gumpalan yang terbentuk. Dengan terbentuknya gumpalan akan menurunkan pH. Purin (2007) menyatakan bahwa enzim atau pun asam ditambahkan saat telah dicapai kondisi yang sesuai untuk enzim atau asam sehingga proses koagulasi tercapai. Penambahan enzim atau pun asam bertujuan untuk menurunkan pH hingga 4.5 dimana pH tersebut merupakan titik isoelektrik kasein. Malaka (2007) mengemukakan bahwa penurunan pH berperan penting dalam perubahan kalsium fosfat yang bersifat koloid, yang menyebabkan penurunan volume dan penguraian misel yang menyebabkan terjadinya koagulasi. Ditambahkan Buckle, et, all (1987) bahwa koagulasi merupakan suatu proses pembentukan gel yang sangat dikendalikan oleh pH.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa pengaruh kosentrasi papain kasar menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,3% berbeda sangat nyata (P<0,01) pada 0,5% tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,4% terhadap pH dangke. Pada konsentrasi papain kasar 0,4% tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi Papain Kasar 0,3% dan 0,5%. Ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pH dari dangke.
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu pemanasan dan penambahan papain kasar tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pH dangke. Ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu pemanasan dan penambahan konsentrasi papain kasar tidak saling mempengaruhi terhadap pH dangke.









Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Papain Kasar terhadap Asam Laktat


Gambar 6. Rata-rata Persentase Kadar Asam Laktat Dangke dengan Konsentrasi Papain Kasar dan Suhu Pemanasan yang Berbeda


Analisis ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap asam laktat dangke. Rata-rata pH dangke pada suhu pemanasan pada suhu pemanasan 75oC yaitu 0,33, pada suhu 80oC yaitu 0,23, pada suhu 85oC yaitu 0,19, pada suhu 90oC yaitu 0,15, pada suhu 95oC 0,09 dan pada suhu 100oC 0,07. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu pemanasan yang rendah akan menyebabkan asam laktat yang tinggi dibandingkan dengan suhu pemanasan yang tinggi menyebabkan asam laktat yang rendah. Ini menunjukkan bahwa dengan adanya proses pemanasan yang rendah pada pengolahan dangke masih terdapat bakteri. Karena terdapat beberapa bakteri yang dapat tahan pada suhu rendah. Bakteri yang ada akan menghasilkan enzim yang akan memecah laktosa menjadi asam laktat. Buckle, et, all (1987) menyatakan bahwa kadar asam laktat dipengaruhi oleh aktifitas mikroorganisme yang merombak laktosa menjadi asam laktat dan penambahan asam dari luar. Pada proses pasteurisasi tidak semua mikroorganisme menjadi tidak aktif (mati), masih ada spesies yang hidup.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa pada pengaruh pemanasan pada suhu 75oC berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan suhu 80oC, 85oC, 90oC, 95oC, dan 100oC. Pada suhu 90oC berbeda nyata (P<0,05) dengan suhu 95oC Pada suhu 80oC dengan suhu 85oC, pada suhu 85oC dengan suhu 90oC, dan pada suhu 95oC dengan suhu 100oC tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap asam laktat dangke. Ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan asam laktat pada dangke.
Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi papain kasar tidak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap asam laktat dangke. Rata-rata asam laktat dangke pada konsentrasi papain 0,3% yaitu 0,19, pada konsentrasi 0,4% yaitu 0,17 dan pada konsentrasi 0,5% yaitu 0,16. Ini menunjukkan bahwa dengan penambahan papain kasar akan menurunkan kadar asam laktat pada dangke.
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9) terlihat bahwa antara suhu pemanasan dengan pemberian konsentrasi papain kasar tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap asam laktat dangke. Ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu pemanasan dengan konsentrasi papain kasar tidak saling mempengaruhi terhadap asam laktat dangke.

Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Papain Kasar terhadap Persentase Kadar Laktosa Dangke



Gambar 7. Rata-rata Persentase Kadar Laktosa Dangke dengan Konsentrasi Papain Kasar dan Suhu Pemanasan yang Berbeda

Analisis ragam (lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar laktosa dangke. Rata-rata kadar laktosa dangke pada suhu pemanasan 75oC yaitu 12,65, pada suhu 80oC yaitu 11,65, pada suhu 85oC yaitu 11,22, pada suhu 90oC yaitu 10,93, pada suhu 95oC yaitu 9,44 dan pada suhu 100oC 7,67. Berdasarkan Gambar 7, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin rendah kadar laktosa pada dangke. Hal ini disebabkan karena dengan adanya pemanasan dapat menyebabkan kadar laktosa yang merupakan karbohidrat disakarida akan terurai menjadi gula yang sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Jennes and Palton (1969) dalam Kasmiati (2001) menyatakan bahwa konsentrasi laktosa dalam susu akan menurun karena adanya hidrolisis laktosa oleh β-galaktosidase (laktosa) yang kemudian diubah menjadi glukosa dan galaktosa.
Analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi papain kasar memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar laktosa dangke. Rata-rata konsentrasi papain kasar terlihat pada Gambar 7, yaitu pada konsentrasi 0,3% adalah 9,28, pada konsentrasi 0,4% adalah 11,12 dan pada konsentrasi 0,5% adalah 11,38. Ini menunjukkan bahwa pada penambahan konsentrasi papain kasar akan meningkatkan kadar laktosa pada dangke. Ini dikarenakan penambahan papain kasar akan meningkatkan penggumpalan pada dangke. Dengan terbentuknya penggumpalan, maka akan menurunkan kadar air dan meningkatkan kandungan gizi dari dangke. Desroiser (1988) menyatakan bahwa bahan pangan yang akan kehilangan kadar airnya menyebabkan kadar zat gizi didalam massa yang tertinggal akan meningkat.
Hasil Uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa pada suhu pemanasan 75oC berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap suhu 80oC, 85oC, 90oC, 95oC, dan 100oC. pada suhu 80oC dan 85oC serta 85oC dan 90oC tidak berbeda nyata (P>0,01) terhadap kadar laktosa dangke.
Hasil Uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi papain kasar pada konsentrasi 0,3% berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap 0,4% dan 0,5%. Sedangkan pada konsentrasi 0,4% tidak berbeda nyata (P>0,01) terhadap 0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian enzim papain pada akan mempengaruhi terbentuknya gumpalan pada dangke.
Analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi papain kasar memberikan pengaruh yang sangat nyata (P>0,01) terhadap kadar laktosa dangke. Ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu pemanasan dan penambahan konsentrasi papain kasar saling mempengaruhi terhadap kadar laktosa dangke.
Mikrostruktur Dangke
Mikrostruktur keju adalah pengaturan ruang dari partikel kasein yang bergabung ke dalam suatu ikatan dan rantai untuk membentuk matrix protein secara keseluruhan yang terdispersi air, globula lemak dan mineral. Mikrostruktur adalah salah satu faktor kontrol utama dari tekstur dan fungsi kelengkapan dari keju.
Pengamatan mikrostruktur dangke adalah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu mikroskop untuk melihat gambar komponen dari dangke secara mikroskopis.













































































































































Berdasarkan Gambar 8. terlihat bahwa dengan penambahan Konsentrasi Papain Kasar akan menghasilkan protein susu memadat. Pada konsentrasi getah papaya 0,5% menunjukkan dangke lebih kompak karena papain pada getah papaya membantu kasein menuju titik isoelektrik sehingga terbentuk gumpalan yang lebih besar. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin tinggi terjadinya koagulasi sehingga protein akan melebar dan terurai dan kadar lemak terpisah dari untaian protein. Madadlou (2006) menyatakan bahwa pada temperatur tertinggi akan memiliki efek terhadap kadar protein.
Berdasarkan pengamatan mikrostruktur dangke pada suhu pemanasan dan konsentrasi papain yang berbeda dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 0,5% keluaran airnya banyak yang menyebabkan untaian globula lemak tersebar merata diantara untaian-untaian protein. Pada konsentrasi tinggi bola-bola kecil yang jumlahnya sangat banyak merupakan kumpulan globula-globula lemak. Buckle (1987) mengemukakan bahwa lemak atau lipid terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah antara 1-2µ dengn garis tengah rata-rata 3µ. Biasanya terdapat kira-kira 1000 x 106 butiran lemak dalam setiap ml susu. Anderson and Mastry (1993) mengemukakan bahwa gambaran mikrostruktur khas dari keju lemak sedikit, strukturnya terisi sebagian besar dari matriks protein dengan jumlah globula lemak yang sedikit yang tersebar didalam matriks.



KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kadar protein, kadar lemak dan kadar laktosa, suhu pemanasan dan pemberian konsentrasi papain kasar yang terbaik adalah pada suhu 75oC dengan penambahan konsentrasi papain kasar 0,5%.
2. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka persentase kadar protein, kadar lemak dan kadar laktosa cenderung semakin menurun. Dan semakin tinggi konsentrasi papain kasar maka persentase kadar protein, kadar lemak dan kadar laktosa cenderung meningkat.
3. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin tinggi pH yang dihasilkan dan semakin tinggi pemberian papain kasar, maka semakin rendah pH yang dihasilkan. Dan semakin tinggi suhu pemanasan dan pemberian konsentrasi papain kasar pada dangke, maka semakin rendah persentase asam laktat yang dihasilkan.
4. Semakin tinggi konsentrasi papain kasar, dangke lebih kompak, pengeluaran air semakin berkurang dan keluaran air semakin berkurang. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka protein akan melebar dan terurai dan kadar lemak terpisah dari untaian protein.

Saran
Suhu pemanasan 75oC dengan penambahan konsentrasi Papain Kasar 0,5% berdasarkan hasil penelitian merupakan kualitas dangke yang terbaik dilihat dari kadar protein, kadar lemak dan kadar laktosanya.


















DAFTAR PUSTAKA
Adnan, 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu bagian 1. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Andi Offset, Yogyakarta.

Anderson and Mastry, 1993. Reduce fat Cheddar cheese from condensed milk. The south Dakota Agikultural Experiment Station, South Dakota.

Anonim, 2008a. Manfaat Papain Kasar. Small Crab. [diakses tanggal 19 Mret 2009].

Anonim, 2008b. Papain. Gallery Pustaka. Jakarta. [diakses tanggal 19 Maret 2009].
Arief, 1975. Papain, Buletin Biokimia. Fakultas Kedokteran Hewan IPB Tahun I Nomor I. Bogor.

Buckle dkk, 1987. Ilmu Pangan. Diterjemhkan oleh Haripurnomo dan Adino. Universitas Indonesia, Jakarta.

Djide, 1991. Analisis Mikrobiologi Dangke Asal Enrekang. Laporan Penelitian Fakultas MIPA. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Desroiser, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah Mudji Muljohadjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Fardiaz, 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Swadaya Informasi IPB. Bogor.

Gaspersz, 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico. Bandung.

Hadiwiyoto, 1984. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta.

Hadikesumanjaya, 2003. Pengaruh Lama Pengeringan dan Jenis Kemasan terhadap Persentase Kadar Lemak dan Kadar Protein pada Dangke. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kalie, 1990. Tanaman Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kasmiati. 2001. Pengaruh Penambahan Garam Dapur dan Lama Perendaman terhadap Daya Tahan Dangke Selama Penyimpanan. Skripsi. Makassar : UNM.

Madadlou, 2006. Microstructure and Rheological Properties of Iranian White Cheese Coagulated at Various Temperatures. Urmia University, Urmia, Iran

Malaka, 1997. Effect of Curdian, a Bacterial Polyshacaride on the Physical Properties and Microstructure of Acid Milk Curd by Lactid Acid Fermentation. Master Thesis. Faculty of Agriculture, Miyazaki University. Japan.

¬¬¬¬______, 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Yayasan Citra Emulsi, Makassar.

Marzoeki, dkk., 1978. Penelitian Peningkatan Mutu Dangke. Balai Penelitian Kimia. Departemen Perindustrian. Ujung Pandang.

Mudjiarti, 1983. Aspek Keamanan dan Nilai Nutrisi Makanan. Seminar Keamanan Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Purin, 2007. Tentang Keju. PT. Indigo Mandiri. Jakarta. www.indonesiaindonesia.com

Purnomo, 2004. Pembuatan Virgin Coconut Oil dengan Papain Kasar. Indosiar Visual Mandiri. Jakarta.

Sakidja dkk, 1985. Dasar-Dasar Pengawetan Makanan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Timur.

Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Susu. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa. Bandung.

Surono, I.S. 1983. Tradisional Milk Product From Buffalo Milk by Use Higher Pantsas Coagulants In Indonesia-Japanese. J. Dairy Sci and Food Sci.

Sutrisno. 2007. Tepung Papain Kasar, Pengempuk Daging. Ebook Pangan.com. Jakarta.

Syarief, 1985. Ternak Perah. CV. Yasaguna, Jakarta.



Wahyuni. 1998. Pengujian Kadar Protein Susu Segar dan Sesudah Pengolahan menjadi Dangke. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Winarno, 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumer. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.